Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah
satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan
dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi
yang kuat dan amanah. Sehingga, diperlukan upaya dan seluruh komponen
bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
dan DPRD harus dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pemilu 2014 akan
dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Hari
pemungutan suara Pemilu Anggota DPR, DPD,dan DPRD, telah ditetapkan pada
9 April 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) danjajarannya juga telah
menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPRDProvinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Partai-partai peserta pemilu dan para politikus yang ada
didalamnya kian sibuk menggosok imaji agar menjaring suara terbanyak.
Suhu persaingan pun semakin menghangat. Sementara itu PemiluPresiden
akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden
dan Wakil Presiden. ini akan menjadi pemilihan presiden langsung ketiga
di Indonesia, dan bagi presiden yang terpilih akan mempunyai jabatan
tersebut pada jangka waktu sampai lima tahun.
Pemilihan Umum
(Pemilu) harus didukung oleh seluruh pemengku kepentingan Pemilu demi
terciptanya sinergitas yang kuat dan saling berkesinambungan. Terlebih,
Pasal 126 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu diatur
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan bantuan dan
fasilitasi penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, persamaan persepsi
antar pemangku kepentingan Pemilu dalam upaya mewujudkan Pemilu yang
demokratis, mutlak diperlukan. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam
penyelenggaraan Pemilu di Tanah air dewasa ini adalah menurunnya tingkat
partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu. Kondisi itu setidaknya
dapat terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg)
sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik
masyarakat mencapai 92,74 persen, Pemilu 2004 dengan 84,07 persen, dan
Pemilu 2009 dengan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.
Fenomena
menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu itu
setidaknya juga dapat tergambar dari pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) pada tahun 2013. Setidaknya, angka partisipasi politik
masyarakat dalam Pilkada berkisar antara 50-70 persen. Sinergitas dari
seluruh pemangku kepentingan Pemilu sangatlah diharapkan. Terutama,
dalam rangka memberikan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat tentang
arti pentingnya Pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu memang
perlu mendapatkan perhatian serius seluruh kalangan. Apakah menurunnya
tingkat partisipasi itu disebabkan oleh menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap partai politik (parpol), atau mungkin disebabkan
karena tidak adanya calon pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat,
atau memang karena masyarakat sudah beranggapan bahwa Pemilu saat
inibukanlah hal yang penting.
Di sisi lain, perlu
diantisipasi pula potensi konflik yang ada di tengah-tengah masyarakat
sepanjang penyelenggaraan Pemilu. Mengingat, seringkali terjadinya
konflik di sejumlah daerah sepanjang pelaksanaan Pilkada, baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Jika berbagai kondisi itu tidak
disikapi secara baik, maka berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa. Pemilu memakan dana yang cukup besar. Semestinya, hasil dari
pemilu juga menjadi lebih baik. Ada empat indikator yangmenentukan
kesuksesan Pemilu 2014, yakni sukses dalam penyelenggaraan teknis
kepemiluan, penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, partisipasi
masyarakat yang meningkat, dan kualitas pemilu yang lebih baik. Untuk
mewujudkan hal itu dibutuhkan kerjasama dengan semua komponen bangsa,
baik para penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemerintah, maupun
masyarakat. (endher)